Jakarta – Bareskrim Polri menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menimpa 699 warga negara Indonesia (WNI) yang telah dipulangkan dari Myanmar melalui Thailand. Pemulangan para korban dilakukan bertahap sejak Februari hingga Maret 2025.
Tersangka berinisial H.R (27), seorang karyawan swasta, diduga sebagai perekrut utama. Ia menawarkan pekerjaan sebagai customer service di Thailand, tetapi kenyataannya para korban justru dikirim ke Myawaddy, Myanmar, dan dipaksa bekerja sebagai operator online scam.
Direktur Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Dr. Nurul Azizah, S.I.K., M.Si., mengungkapkan bahwa H.R menggunakan media sosial seperti Facebook, Instagram, dan Telegram untuk merekrut korban.
“Modusnya dengan menjanjikan pekerjaan bergaji tinggi dan fasilitas mewah. Padahal, mereka justru dipaksa melakukan penipuan daring tanpa mendapat hak yang dijanjikan,” ujar Nurul dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jumat (21/3).
Para korban dijanjikan gaji Rp10 juta hingga Rp15 juta, serta tiket perjalanan dan biaya keberangkatan yang ditanggung perekrut. Namun, setibanya di Myanmar, mereka diwajibkan mengumpulkan nomor telepon calon korban penipuan. Jika gagal mencapai target, mereka mengalami kekerasan verbal, fisik, hingga pemotongan gaji.
Berdasarkan hasil asesmen terhadap para korban di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Kemensos dan Asrama Haji Pondok Gede, ditemukan bahwa 116 dari 699 WNI tersebut pernah bekerja dalam jaringan online scam secara berulang.
Selain H.R, Polri tengah menyelidiki lima terduga pelaku lain, yakni BR, EL alias AW, RI, HR, dan HRR. Penyelidikan masih berlangsung untuk mengungkap aktor intelektual di balik jaringan ini.
Saat ini, Polri telah menerbitkan tiga laporan polisi sebagai dasar penyelidikan lebih lanjut. H.R dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO, atau Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Ancaman hukumannya mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp600 juta.
Brigjen Pol Nurul Azizah menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengembangkan kasus ini untuk menjerat seluruh pihak yang terlibat dalam pengiriman pekerja migran secara ilegal.
“Kami serius menangani kasus ini demi perlindungan WNI. Kami juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan tawaran kerja di luar negeri yang tidak melalui prosedur resmi,” ujarnya.
Ia mengingatkan agar calon pekerja migran memastikan semua proses keberangkatan dilakukan secara legal dan terverifikasi oleh instansi berwenang. “Jangan sampai terjebak dalam iming-iming yang berujung pada eksploitasi,” pungkasnya.