Kediri – Polres Kediri Kota resmi menetapkan SA sebagai tersangka dalam kasus dugaan aksi anarkis yang terjadi pada Sabtu, 30 Agustus 2025. Penetapan status hukum ini diumumkan oleh Kasat Reskrim Polres Kediri Kota, AKP Cipto Dwi Leksana, dalam jumpa pers di Mapolres, Rabu (3/9) sore.
Menurut AKP Cipto, SA ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik mengantongi sedikitnya dua alat bukti yang sah, berupa keterangan saksi, dokumen surat, dan petunjuk lain yang diperoleh dari hasil penyelidikan.
“Pada 2 September 2025, penyidik melakukan penangkapan terhadap tersangka SA. Sehari setelahnya, tepatnya 3 September 2025, yang bersangkutan resmi ditahan di Rutan Polres Kediri Kota,” ujar AKP Cipto dalam keterangan resminya.
Pihak kepolisian menegaskan bahwa proses penyidikan dilakukan secara profesional dengan tetap menjunjung tinggi hak-hak tersangka, termasuk pendampingan oleh penasihat hukum dan keterlibatan saksi ahli dalam proses penyelidikan.
SA dijerat dengan Pasal 160 KUHP, yang berbunyi:
“Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum, atau tidak menuruti ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda.”
Polisi menduga, SA memiliki peran dalam menghasut massa hingga menyebabkan tindakan anarkis dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Penasihat hukum SA menyatakan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan dan siap mendampingi kliennya hingga ke tahap persidangan.
“Kami mendukung hak masyarakat untuk menyampaikan aspirasi secara damai, namun menolak keras segala bentuk aksi kekerasan dan anarkisme. Kami berharap proses hukum berjalan transparan dan adil,” ujar kuasa hukum SA.
Melalui kesempatan yang sama, Polres Kediri Kota mengajak masyarakat untuk tetap menjaga keamanan dan ketertiban. Kepolisian menegaskan bahwa penyampaian aspirasi tetap diperbolehkan, namun harus dilakukan secara damai, tertib, dan tidak mengganggu kepentingan umum.