Surabaya – Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) menetapkan sembilan tersangka dalam kasus pembakaran Gedung Negara Grahadi yang terjadi pada aksi kerusuhan 29–31 Agustus 2025. Delapan di antaranya diketahui masih berstatus anak di bawah umur.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Jules Abraham Abast menjelaskan bahwa aksi pembakaran tersebut dilakukan oleh massa perusuh, bukan demonstran damai. Ia menegaskan bahwa tindakan hukum yang diambil saat ini murni menyasar pelaku kerusuhan.
“Yang kami proses adalah massa perusuh, bukan peserta unjuk rasa damai,” ujar Kombes Pol Abast pada Jumat (5/9/2025).
Salah satu tersangka dewasa berinisial AEP (20), warga asal Maluku Tengah yang tinggal di Sidoarjo, berperan sebagai perakit dan pelempar bom molotov ke arah Gedung Negara Grahadi. AEP diduga membuat lima bom molotov dari botol bir bersama empat anak di bawah umur (ABH).
Sementara itu, para ABH lainnya memiliki peran mulai dari mengajak peserta lewat grup WhatsApp, menyiapkan bahan bakar, membuat molotov, hingga melempar batu dan menjarah material dari lokasi kejadian.
Polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain: botol bir bekas molotov, pakaian pelaku, tiga unit handphone, dan satu sepeda motor.
Kesembilan tersangka dijerat dengan Pasal 187 KUHP dan Pasal 187 ter KUHP tentang tindak pidana pembakaran, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Selain kasus pembakaran, Polda Jatim juga mengungkap tindak pidana penjarahan dan penganiayaan petugas yang terjadi selama kerusuhan berlangsung.
Dua tersangka penjarahan, MRM (19) dan NR (17), ditangkap setelah mencuri rantai besi sepanjang tiga meter dari pagar Gedung Grahadi. Mereka diamankan di kawasan Wonokromo bersama barang bukti.
Sementara itu, tersangka MT (19), warga Sampang, Madura, ditangkap karena mencuri kursi lipat, jam dinding, dan lemari es dari Polsek Tegalsari saat kantor polisi tersebut terbakar.
Untuk penjarahan, para tersangka dikenakan Pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
Dalam kasus lain, seorang pemuda berinisial EKA (18) ditangkap karena diduga menabrakkan sepeda motornya ke dua anggota polisi yang sedang bertugas di Pos Polisi Taman Bungkul, yakni Briptu JWP dan Briptu RVB. EKA dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan Pasal 212 KUHP tentang perlawanan terhadap petugas, dengan ancaman hingga lima tahun penjara.
“Semua tindakan ini merupakan tindak pidana. Bukan bagian dari penyampaian aspirasi,” pungkas Kombes Pol Jules Abraham Abast.