Tulungagung – Kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Kepala Desa Kradinan, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung, kini memasuki babak baru. Setelah menjalani proses penyidikan selama dua setengah tahun, berkas perkara atas nama tersangka ES (60), yang menjabat sebagai Kepala Desa Kradinan, akhirnya dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Negeri Tulungagung.
Dalam konferensi pers yang digelar di Mapolres Tulungagung pada Kamis (24/4/2025), Kapolres Tulungagung AKBP Muhammat Taat Resdi mengungkapkan bahwa perkara ini telah melalui proses yang panjang dan mendalam. Penyidikan dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Tulungagung dan melibatkan sejumlah saksi dan ahli untuk mengungkap praktik penyalahgunaan keuangan desa.
“Proses penyidikan berlangsung selama dua setengah tahun, dan alhamdulillah hari ini kami serahkan tersangka beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri Tulungagung,” ujar AKBP Taat dalam keterangannya.
Tersangka ES diduga kuat menyalahgunakan anggaran desa yang bersumber dari Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD), bagi hasil pajak dan retribusi daerah, serta bantuan keuangan dari kabupaten. Penyalahgunaan ini terjadi dalam dua tahun anggaran, yakni 2020 dan 2021. Total anggaran yang diterima Desa Kradinan selama dua tahun tersebut mencapai Rp 3.917.816.541.
Dari jumlah tersebut, ES mengajukan pencairan dana sebesar Rp 784 juta pada tahun 2020 dan Rp 984 juta pada tahun 2021. Total dana yang dicairkan mencapai Rp 1.768.000.000, didukung oleh 29 kuitansi sebagai dokumen pengajuan. Namun, dalam perjalanannya, dana yang dicairkan tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh tersangka. Berdasarkan hasil audit dari Inspektorat Kabupaten Tulungagung, kerugian keuangan negara akibat tindakan ini mencapai Rp 743.620.928,86.
Kapolres menjelaskan bahwa modus yang digunakan tersangka bervariasi. Mulai dari pengajuan kegiatan fiktif, pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB), hingga laporan realisasi yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Bahkan, terdapat laporan pertanggungjawaban (SPJ) yang belum dibuat sama sekali karena tidak adanya bukti pendukung.
“Selain kegiatan fiktif, ada kegiatan yang tidak sesuai RAB. SPJ tidak disusun karena tidak ada bukti. Ini jelas pelanggaran yang merugikan keuangan negara,” ungkap AKBP Taat.
Dalam proses penyidikan, polisi telah memeriksa 60 orang saksi serta lima orang ahli. Satreskrim Polres Tulungagung juga melakukan penggeledahan di beberapa lokasi penting, termasuk Balai Desa Kradinan dan rumah tersangka. Sejumlah barang bukti turut disita untuk mendukung pembuktian perkara.
Menariknya, hasil penelusuran aset menunjukkan bahwa tidak ada aset baru yang dibeli dari hasil tindak pidana tersebut. Sertifikat rumah yang ditempati oleh tersangka bahkan diketahui telah dijaminkan ke bank. Hal ini mengindikasikan bahwa dana hasil korupsi tidak digunakan untuk memperkaya diri melalui pembelian aset, melainkan untuk menutupi kebutuhan pribadi.
“Dari pengakuan tersangka, uang hasil korupsi digunakan untuk membayar utang-utang pribadi, termasuk utang saat mencalonkan diri sebagai kepala desa. Ia mengaku pernah kalah dalam pencalonan, lalu maju lagi dan menang, namun sebagian dana desa digunakan untuk mengembalikan modal kampanye sebelumnya,” tambah Kapolres.
Sementara itu, tersangka kedua dalam kasus ini, WS (45), yang menjabat sebagai Kaur Keuangan Desa Kradinan, masih dalam status buronan (DPO). WS tidak memenuhi panggilan penyidik dan saat ini dalam proses pencarian oleh pihak kepolisian.
Atas perbuatannya, tersangka ES dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 8, dan Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya berat: pidana penjara paling singkat 4 tahun, maksimal 20 tahun atau bahkan hukuman penjara seumur hidup, serta denda antara Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.
Dengan pelimpahan berkas dan tersangka ke Kejaksaan, kasus ini selanjutnya akan diproses ke tahap persidangan untuk mempertanggungjawabkan secara hukum tindakan koruptif yang telah dilakukan oleh oknum kepala desa tersebut.