Kediri – Kasus dugaan korupsi dalam program hibah desa korporasi sapi yang tengah ditangani Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri menuai sorotan dari kalangan akademisi. Guru Besar IPB sekaligus Wali Utama Solidaritas Alumni Sekolah Peternakan Rakyat Indonesia (SASPRI), Prof. Dr. Muladno SPt MSA IPU, menyatakan kesiapannya menjadi penjamin bagi Joni Sriwasono (JS), Ketua Kelompok Peternak Ngudi Rejeki, yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Saya siap ikut bertanggung jawab apabila Pak Joni tidak kooperatif, melarikan diri, atau menghilangkan barang bukti,” tegas Muladno.
Meski kelompok Ngudi Rejeki sempat mengalami konflik internal, Muladno menilai pengelolaan hibah sapi di sana tergolong baik. Dalam hasil monitoring dan evaluasi (monev) tim SASPRI, Ngudi Rejeki berada di peringkat kedua terbaik se-Jawa Timur, dengan tingkat keberhasilan mencapai 62%.
Capaian ini jauh lebih tinggi dibanding kelompok penerima hibah lainnya, terutama di Probolinggo, yang beberapa di antaranya hanya mencapai tingkat keberhasilan nol persen.
Data hasil monev tanggal 7–9 Mei 2024 telah dilaporkan ke Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. Berikut peringkat lima besar dari sepuluh kelompok penerima hibah:
Kediri, Jaya Makmur – 84%, Ngudi Rejeki – 62%, Tani Makmur – 57%, Ngadimulyo – 52%, Subur – 51%
Probolinggo, Makmur Tiga – 8%, Genting Makmur Jaya – 7%, Baru Muncul – 3%, Margi Santosa – 0%, Mukti Jaya Satu – 0%
“Jumlah sapi di Probolinggo bahkan lebih banyak, masing-masing kelompok menerima 100 ekor jantan dan 100 betina. Di Kediri, jumlah sapi betinanya jauh lebih sedikit,” ujar Muladno.
Ia meminta Kejaksaan agar tidak hanya berfokus pada satu kelompok. “Kalau audit BPKP dijadikan dasar penetapan tersangka, maka sembilan kelompok lainnya juga harus diaudit agar adil,” lanjutnya.
Muladno menilai, kasus ini seharusnya menjadi momen refleksi pemerintah untuk memperbaiki skema bantuan peternakan. Menurutnya, selama ini banyak kelompok dibentuk secara instan, tanpa persiapan dan kemampuan memadai.
“Banyak yang hanya mengejar bantuan, bukan beternak. Akibatnya, bantuan tak dikelola dengan baik, bahkan sapinya dijual karena tidak bisa dipelihara,” jelasnya.
SASPRI sendiri selama ini fokus mendidik peternak aktif agar siap menerima bantuan secara berkelanjutan. Bantuan yang tepat sasaran, menurutnya, bukan berupa ternak, melainkan alat penunjang seperti penjepit kandang atau mesin pencacah pakan.
Ia berharap proses hukum terhadap JS diproses secara adil. “Di kandang Ngudi Rejeki saat ini masih ada 77 ekor sapi. Ini bukti bahwa hibah tidak disalahgunakan secara total,” tutupnya.