Ngawi – Jajaran Polres Ngawi berhasil membongkar jaringan pengedar uang palsu lintas provinsi. Sebanyak lima orang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk dua di antaranya adalah kepala desa aktif di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Kapolres Ngawi AKBP Charles Pandapotan Tampubolon menjelaskan, pengungkapan ini bermula dari laporan masyarakat yang resah atas peredaran uang palsu di wilayah Ngawi. Penyidikan mengarah pada dua peristiwa, yakni pada 1 Mei 2025 di sebuah toko di Dusun Pule, Desa/Kecamatan Ngrambe, dan 15 Mei 2025 di Desa Sumberjo, Kecamatan Sine.
“Dari hasil penyelidikan, tim Satreskrim yang dipimpin Kasat Reskrim AKP Peter Krisnawan berhasil mengamankan lima orang tersangka yang beroperasi di wilayah Ngawi, Magetan, Madiun (Jawa Timur), hingga Sragen (Jawa Tengah),” ungkap AKBP Charles dalam konferensi pers di Mapolres Ngawi, Jumat (30/5/2025).
Kelima tersangka adalah DM (42) warga Sine dan ES (55) warga Ngrambe, keduanya merupakan kepala desa di Ngawi, serta AS (41) asal Sragen, AP (38) asal Kuningan, dan TAS (47) asal Lampung Selatan.
Modus para pelaku adalah dengan mengedarkan uang palsu melalui transaksi di agen Brilink, minimarket, toko, hingga SPBU. Tersangka DM dan AS diketahui membeli uang palsu dari AP dan TAS dengan rasio 1:3 satu rupiah asli ditukar dengan tiga rupiah palsu.
“Dari para tersangka kami mengamankan barang bukti ratusan lembar uang palsu rupiah pecahan Rp100 ribu, juga mata uang asing palsu seperti dolar AS dan Real Brasil. Bahkan ada uang palsu yang belum dipotong,” jelas Kapolres.
Selain uang palsu, barang bukti lainnya mencakup sejumlah ponsel, dompet, ATM, buku tabungan, alat penghitung uang, penggaris, cutter, hingga mini microscope dan alat pengukur kertas.
Tersangka TAS diketahui menyimpan 5.040 lembar uang palsu pecahan Rp100.000, empat lembar pecahan Rp50.000, 1.000 lembar uang palsu Real Brasil, serta 181 lembar dolar AS palsu.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa ide peredaran uang palsu ini berasal dari seorang pria yang disebut sebagai “Mr. X” yang belum tertangkap, yang menjanjikan keuntungan kepada para pelaku jika berhasil mendapatkan pembeli.
“Kasus ini masih kami kembangkan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain,” tambah AKBP Charles.
Kelima tersangka dijerat dengan berbagai pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta Pasal 245 dan 55 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.