Blitar – Ratusan jemaah dari berbagai daerah datang untuk melaksanakan shalat Isya dan Tarawih di Pondok Pesantren Mamba’ul Hikam yang terletak di Desa Mantenan, Kecamatan Udanawu, Kabupaten Blitar. Pondok pesantren yang dipimpin oleh Kyai Haji Dliya’uddin Azzamzami ini menjadi pilihan bagi banyak orang untuk melaksanakan ibadah sunnah di bulan Ramadan, khususnya shalat Tarawih.
Karena durasi shalat Tarawih yang relatif cepat, hanya sepuluh menit untuk 23 rokaat, terdiri dari 20 rokaat Tarawih dan 3 rokaat Witir. Hal ini menjadi daya tarik bagi banyak jemaah yang memilih untuk shalat di sini, meskipun mereka harus menempuh jarak jauh.
Salah satunya adalah Akmal, seorang jemaah asal Kabupaten Kediri, yang mengaku rela menempuh perjalanan jauh dari rumahnya untuk melaksanakan shalat Tarawih di Pondok Mamba’ul Hikam.
“Durasi yang cepat membuat saya lebih mudah mengikuti ibadah ini. Selain itu, saya yakin tidak ada perbedaan syarat dan rukunnya dengan shalat Tarawih di masjid lain,” ungkap Akmal.
Muhamad Shodiqi Basthul Birri, putra pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Hikam, menjelaskan bahwa tradisi shalat Tarawih cepat ini sudah ada sejak zaman kakeknya, Kyai Haji Abdul Qofur, pada tahun 1907.
Alasan utama kenapa shalat Tarawih diadakan dengan durasi cepat adalah karena pada zaman itu, sebagian besar masyarakat Desa Mantenan bekerja di lahan pertanian, sehingga sulit untuk mengajak mereka beribadah dengan durasi shalat yang lama. Oleh karena itu, shalat Tarawih diadakan lebih cepat untuk memudahkan mereka tetap bisa melaksanakan ibadah.
“Tradisi ini bertahan hingga sekarang, meskipun tantangan dan kondisi sosial sudah berubah. Kami tetap menjaga agar masyarakat tetap bisa beribadah tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari mereka,” kata Muhamad Shodiqi Basthul Birri.
Pondok Pesantren Mamba’ul Hikam tidak hanya menjadi tempat ibadah bagi masyarakat sekitar, tetapi juga menjadi tujuan bagi santri dari luar daerah, bahkan luar pulau. Lebih dari seribu santri, baik laki-laki maupun perempuan, belajar di pesantren ini, mempelajari ilmu agama, terutama pengajian salafiyah atau kitab kuning.
Banyak di antaranya yang datang dari daerah seperti Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi untuk mendalami ilmu agama di Pondok Mamba’ul Hikam.
Pondok ini terus mengembangkan tradisi yang telah ada sejak lebih dari seabad lalu, mengajak umat Islam untuk tetap menjaga ibadah dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat setempat.