kabarutama.co – Kinerja Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur dan DPRD Jatim awal tahun 2025 menjadi sorotan karena dinilai mengalami kemunduran. Bahkan, upaya penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang sudah mengkhawatirkan terkesan kurang transparan. Hal ini terlihat dalam rapat antara Komisi B DPRD Jatim dan Dinas Peternakan (Disnak) Jatim pada Senin (6/1/2025).
Usai rapat, Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim, M. Aziz, mengaku tidak bisa memberikan penjelasan terkait pembahasan tersebut. Ia menyatakan dirinya tidak mengikuti keseluruhan rapat karena harus menghadiri rapat fraksi PAN.
“Saya khawatir kalau komentar saya tidak sesuai dengan hasil rapat. Silakan tanya Mas Khusni karena dia yang melanjutkan memimpin rapat,” katanya.
Namun, Khusni Mubarok, Wakil Ketua Komisi B dari Fraksi Partai Gerindra, yang disebut Aziz juga enggan memberikan keterangan. Ia berdalih bahwa Aziz adalah pimpinan rapat sehingga informasi lebih baik ditanyakan kepadanya.
Sikap serupa juga ditunjukkan Kepala Disnak Jatim, Indyah, yang menolak memberikan pernyataan kepada media usai rapat. Sikap tertutup ini menimbulkan kritik dari berbagai pihak yang menilai pemerintah kurang transparan dalam menangani masalah yang menyangkut ketahanan pangan.
Berbeda dengan pimpinan rapat, anggota Komisi B DPRD Jatim, Oni Setiawan, memberikan sedikit gambaran tentang hasil diskusi tersebut. Menurutnya, meski upaya penanganan PMK di Jatim sudah cukup baik, kendala utama yang dihadapi adalah keterbatasan anggaran.
“Problem utama ada di anggaran karena ini termasuk bencana non-alam. Anggaran besar diperlukan untuk penanganan, tetapi menjadi masalah bagi daerah,” jelas Oni, politikus PDI Perjuangan.
Ia menambahkan, pemerintah pusat perlu mengalokasikan anggaran insidentil untuk mempercepat penanganan PMK, terutama untuk menjaga ketahanan pangan di tingkat nasional.
Di sisi lain, para peternak di Jawa Timur menghadapi kesulitan mendapatkan vaksin PMK. Mereka harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 70 ribu per sapi untuk vaksinasi. Salah seorang peternak asal Blitar mengungkapkan, ia harus membayar hingga Rp 350 ribu untuk memvaksin lima sapinya.
“Saya kemarin habis vaksin 5 sapi, bayar Rp 70 ribu per sapi,” ungkapnya.
Kondisi ini menjadi tantangan tambahan bagi para peternak yang sudah tertekan akibat wabah PMK yang menyebabkan kerugian ekonomi besar.
Penjabat (Pj) Gubernur Jatim, Adhy Karyono, sebelumnya menjelaskan bahwa Pemprov telah mengambil langkah-langkah strategis untuk menangani wabah PMK. Langkah tersebut meliputi:
- Memperketat Mobilisasi Ternak
Pengawasan diperketat di perbatasan antarprovinsi maupun antar kabupaten/kota untuk mencegah penyebaran PMK lebih luas. - Gencarkan Vaksinasi dan Pengobatan
Pemprov menggencarkan pengobatan untuk hewan ternak yang terinfeksi dan vaksinasi bagi ternak yang belum terpapar. - Biosekuriti dan Disinfeksi
Disnak Jatim meningkatkan upaya penyemprotan disinfektan di pasar ternak dan area berisiko tinggi lainnya.
“Kami terus berupaya mengendalikan lalu lintas ternak sebagai langkah pencegahan penularan massal,” ujar Adhy.
Data Disnak Jatim menunjukkan bahwa pada periode November hingga Desember 2024, tercatat 6.072 kasus PMK, dengan 282 ekor sapi dinyatakan mati akibat penyakit ini. Meski penanganan terus dilakukan, angka tersebut menunjukkan betapa seriusnya wabah PMK di provinsi ini.
Sikap tertutup DPRD Jatim dan Disnak dalam menyampaikan hasil rapat menuai kritik. Pengamat menilai kurangnya keterbukaan ini dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap upaya pemerintah dalam menangani PMK. Selain itu, koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota perlu diperkuat agar masalah anggaran dan vaksinasi dapat segera diatasi.
Dengan tantangan besar yang dihadapi, pemerintah dituntut untuk lebih transparan, efektif, dan responsif dalam menangani wabah PMK demi melindungi ketahanan pangan dan kesejahteraan peternak di Jawa Timur.