kabarutama.co – Menjelang bulan suci Ramadan, masyarakat Jawa, khususnya di daerah Jawa Timur, memiliki tradisi unik yang disebut Megengan. Tradisi ini merupakan bentuk penyambutan bulan Ramadan dengan penuh rasa syukur dan kebersamaan. Kata megengan sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti “menahan”, merujuk pada makna menahan diri selama berpuasa.
Sejarah dan Pelaksanaan Megengan
Tradisi Megengan sudah dilakukan sejak zaman Wali Songo sebagai salah satu cara menyebarkan Islam di tanah Jawa. Megengan umumnya diadakan beberapa hari sebelum masuknya bulan Ramadan dengan menggelar doa bersama dan membagikan makanan, terutama apem, kepada tetangga, sanak saudara, dan masyarakat sekitar.
Biasanya, acara Megengan diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama atau sesepuh desa. Doa ini bertujuan untuk memohon keberkahan dan kelancaran dalam menjalankan ibadah puasa. Setelah itu, masyarakat saling berbagi makanan, terutama apem, yang melambangkan permohonan maaf dan harapan untuk mensucikan diri sebelum memasuki bulan Ramadan.
Makna Tradisi Megengan
- Menghormati Leluhur Dalam tradisi Megengan, biasanya juga dilakukan tahlilan atau doa bersama untuk mendoakan leluhur yang telah meninggal. Hal ini mencerminkan nilai gotong royong dan penghormatan terhadap nenek moyang.
- Mempererat Silaturahmi Megengan menjadi ajang untuk mempererat hubungan sosial di masyarakat. Dengan berkumpul dan berbagi makanan, tradisi ini menciptakan suasana kekeluargaan yang erat di tengah-tengah masyarakat.
- Persiapan Mental dan Spiritual Dengan adanya doa bersama dan saling memaafkan, Megengan menjadi momen untuk membersihkan hati sebelum memasuki Ramadan. Ini juga menjadi pengingat bagi umat Islam untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.
- Simbol Keikhlasan dan Kerendahan Hati Makanan khas yang dibagikan dalam tradisi ini, seperti apem, memiliki filosofi yang dalam. Kata “apem” berasal dari kata “afwan” dalam bahasa Arab, yang berarti maaf. Dengan membagikan apem, masyarakat secara simbolis saling memaafkan satu sama lain sebelum memasuki bulan suci.
Kesimpulan
Megengan bukan sekadar tradisi turun-temurun, tetapi memiliki makna yang mendalam dalam kehidupan sosial dan spiritual masyarakat Jawa. Melalui tradisi ini, umat Islam diajak untuk lebih siap dalam menyambut Ramadan dengan hati yang bersih, penuh kebersamaan, dan semangat berbagi. Dengan mempertahankan tradisi ini, nilai-nilai kebaikan dalam Islam tetap terjaga di tengah kehidupan modern yang semakin individualistik.