Surabaya – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap praktik perdagangan ilegal bahan kimia berbahaya jenis sianida di dua lokasi di Jawa Timur, yakni di Surabaya dan Pasuruan. Dari pengungkapan ini, polisi menyita hampir 10 ribu drum sianida dengan total nilai omzet mencapai Rp 59 miliar.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Jules Abraham Abast mengatakan, penggerebekan pertama dilakukan di gudang Jalan Margo Mulia Indah Blok H/9A, Tandes, Surabaya. Di lokasi tersebut ditemukan ribuan drum sianida dari berbagai produsen asal Cina dan Korea.
“Dari tangan tersangka, kami mengamankan total 2.581 drum sianida di lokasi Surabaya,” ungkap Kombes Jules dalam konferensi pers, Kamis (8/5/2025).
Lokasi kedua berada di Kabupaten Pasuruan, tepatnya di Jalan Gudang Garam, Gempol. Di sana, polisi menemukan 3.520 drum sianida berlabel Guangan Chengxin Chemical asal Cina.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pol Nunung Syaifuddin menjelaskan, kasus ini terungkap berkat laporan masyarakat soal dugaan perdagangan bahan kimia berbahaya. Penyelidikan dilakukan sejak 11 April 2025 terhadap sebuah gudang milik PT SHC di Surabaya.
“SE, Direktur PT SHC, ditetapkan sebagai tersangka. Ia terbukti mengimpor dan memperdagangkan sianida secara ilegal tanpa izin resmi,” jelas Brigjen Nunung.
Dalam penyidikan, diketahui bahwa SE menggunakan dokumen milik perusahaan tambang emas yang tidak beroperasi untuk mengimpor sianida dari Cina. Bahan kimia berbahaya itu kemudian dijual ke sejumlah penambang emas ilegal di berbagai daerah.
Modus lain yang dilakukan tersangka adalah menghapus label pada drum sianida guna menghilangkan jejak distribusi. Selama satu tahun beroperasi, SE telah mengimpor 494,4 ton sianida dalam 9.888 drum dengan tujuh kali pengiriman.
“Setiap drum dijual seharga Rp 6 juta. Omzet total dalam satu tahun mencapai Rp 59 miliar,” ungkap Brigjen Nunung.
Polisi masih mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain, baik dari dalam maupun luar perusahaan. Sementara itu, SE dijerat dengan Pasal 24 ayat (1) jo Pasal 106 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Pasal 8 ayat (1) huruf a, e, f jo Pasal 62 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tersangka terancam hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.