Blitar– Kasus remaja di Blitar yang mengirimkan foto atau video seksi kepada pacar, bahkan kepada orang yang baru dikenal melalui media sosial, semakin marak.
Fenomena ini tidak hanya mengejutkan, tetapi juga memprihatinkan, mengingat dampak negatif yang bisa timbul, seperti tindak asusila atau bahkan pengancaman. Beberapa remaja putri di Blitar menganggap hal ini sebagai sesuatu yang wajar, tanpa menyadari bahaya yang mengintai.
Menurut psikolog Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ngudi Waluyo, Yeni Rofiqoh, remaja masa kini cenderung memiliki tingkat kepercayaan tinggi terhadap orang yang baru mereka kenal, khususnya di dunia maya.
“Karena masih remaja, mungkin mereka belum memiliki pertimbangan yang matang tentang risiko dari tindakan tersebut,” ungkap Yeni pada Kamis (13/12/2024).
Hal ini semakin diperburuk oleh kurangnya pengawasan orang tua terhadap penggunaan media sosial anak-anak mereka. Banyak remaja yang tidak mendapat arahan yang tepat, terutama dari figur ayah, sehingga lebih mudah terjebak dalam perilaku yang tidak sehat.
“Jika remaja merasa diterima atau nyaman dengan seseorang yang baru mereka kenal, mereka cenderung tidak mempertimbangkan lebih dalam potensi bahaya dari tindakannya,” tambahnya.
Fenomena ini juga muncul dipengaruhi oleh ketiadaan figur ayah yang cukup dalam kehidupan remaja putri. Mereka cenderung mencari perhatian atau kenyamanan dari pria yang mereka anggap menyenangkan di dunia maya.
“Biasanya, remaja perempuan yang terperangkap dalam kasus ini adalah mereka yang kurang mendapatkan figur ayah yang memadai,” jelas Yeni.
Para remaja putri yang terperangkap dalam dunia media sosial ini sering kali melakukan segala cara untuk menjaga hubungan dengan pacar yang baru dikenalnya.
Ada yang merasa takut ditinggal atau merasa sudah terlanjur nyaman, yang membuat mereka tidak berpikir panjang tentang konsekuensi dari tindakan tersebut.
“Mereka terlalu percaya, merasa takut ditinggal, dan merasa sudah ‘klik’ banget dengan orang tersebut,” katanya.
Kehadiran figur orang tua, terutama ayah, sangat diperlukan dalam menangani fenomena ini. Seharusnya, orang tua dapat berperan sebagai sahabat atau teman dekat yang dapat memberi pengarahan kepada anak, sehingga mereka tidak mencari kenyamanan atau perhatian di tempat yang salah.
“Seharusnya, ayah bisa menjadi tempat curhat yang aman bagi anak-anaknya, untuk menghindari mereka terjebak dalam hal-hal negatif di dunia maya,” pungkas yeni.
Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya pengawasan orang tua terhadap penggunaan media sosial anak-anak serta pentingnya peran orang tua, terutama ayah, dalam membimbing dan memberikan kenyamanan emosional kepada remaja putri.
Sebab, masa remaja adalah periode pembentukan identitas, yang rentan terhadap pengaruh luar, dan tanpa pengawasan yang baik, dapat mengarah pada perilaku yang merugikan.