Kediri – Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan pengadangan mobil Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Kediri dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan, Selasa (11/3/2025).
Sidang yang berlangsung di ruang Cakra PN Kota Kediri ini menghadirkan dua saksi meringankan, yaitu Rifai selaku Ketua LSM Gerak dan Andre, mantan anggota LSM Gerak. Dalam kesaksiannya, Rifai menyampaikan bahwa dirinya telah berupaya menemui Kajari di Kodim untuk menyampaikan permintaan maaf atas tindakan kedua terdakwa.
“Kami sudah meminta maaf agar perkara ini tidak berlanjut, tetapi hingga saat ini belum ada hasil sesuai harapan,” ujar Rifai dalam persidangan.
Usai persidangan, kuasa hukum terdakwa, Didi Sungkono, menyampaikan pandangannya mengenai kasus ini. Menurutnya, seorang pemimpin seharusnya memiliki sikap welas asih dan mampu mengayomi masyarakat.
“Jika hanya membawa ponsel dan bertanya, apakah itu bisa dianggap ancaman? Sementara yang lain membawa senjata? Mari kita pikirkan secara logis,” ucap Didi kepada wartawan.
Ia juga menegaskan bahwa tindakan kliennya tidak masuk dalam kategori kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP.
“Tidak ada senjata tajam atau tindakan kekerasan. Hanya membawa HP dan merekam. Ini seharusnya tidak dianggap sebagai ancaman dengan kekerasan,” tambahnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Sigit Artantojati, S.H., M.H., menyatakan bahwa sidang akan kembali digelar pada Kamis mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan lainnya.
Di tempat terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri, Pradhana Probo Setyarjo, S.E., S.H., M.H., menegaskan bahwa perkara ini telah memasuki proses hukum yang berlaku. Ia juga menjelaskan alasan tidak diterapkannya Restorative Justice (RJ) dalam kasus ini.
“Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif memiliki syarat utama, yakni pelaku belum pernah dijatuhi hukuman pidana. Dari sistem informasi yang ada, salah satu terdakwa memiliki catatan pidana sebelumnya,” jelasnya.
Kajari juga mengungkapkan bahwa pihak keluarga terdakwa telah menemuinya secara langsung, dan ia secara pribadi telah memberikan maaf.
“Namun, karena perkara ini sudah dalam proses hukum, maka kami tetap menjunjung tinggi aturan yang berlaku,” katanya.
Menanggapi adanya anggapan tertentu terhadap dirinya, Kajari menegaskan bahwa itu merupakan persepsi pribadi seseorang dan tidak menjadi persoalan baginya.
“Pada prinsipnya, saya sudah memaafkan, tetapi proses hukum tetap berjalan sesuai ketentuan yang berlaku, “tandasnya.
Hal senada juga diutarakan oleh Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri, Uwais Deffa I Qorni, bahwa sebelum suatu perkara dihentikan melalui mekanisme restorative justice, jaksa wajib memastikan bahwa tersangka tidak memiliki riwayat tindak pidana sebelumnya. Hal ini, seperti yang dialami oleh Suyono dalam kasus pencurian cat tembok, dilakukan dengan memverifikasi data dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), Case Management System (CMS), dan register perkara.
“Kami memastikan bahwa sebelum dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice, tersangka harus benar-benar memenuhi syarat, termasuk tidak pernah melakukan tindak pidana sebelumnya,” ujar Kasi Pidum Uwais Deffa I Qorni dalam keterangannya.
Penerapan restorative justice bertujuan untuk memberikan keadilan yang lebih humanis, terutama bagi perkara dengan dampak sosial yang lebih kecil. Namun, jaksa menegaskan bahwa mekanisme ini tidak dapat diberikan kepada residivis atau pelaku kejahatan berulang.
Dengan langkah ini, Kejaksaan berharap dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan hukum dan keadilan bagi masyarakat.