kabarutama.co – Tak hanya Ponorogo saja yang miliki kesenian tarian reog, akan tetapi di Blitar juga terdapat kesenian tarian reog. Yakni reog Bulkiyo, yang hingga saat ini kesenian tersebut masihdipentaskan dalam acara-acara tertentu. Reog Bulkiyo initepatnya berasal dari Desa Kemloko, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar.
Reog Bulkiyo ini diciptakan pertama kali oleh para prajurit dari pangeran Diponegoro. Keberadaan prajurit pangeran Diponegoro di Blitar tidak hanya untuk menyelamatkan diri dari kejaran Belanda. Akan tetapi mereka tetap giat untuk berlatih kemampuan berperang, hingga terciptalah gerakan-gerakan tari yang dikenal sebagai reogbulkiyo.
Gerakan tarian reog bulkiyah sejak dulu hingga sekarang tidakbanyak berubah. Karena memang sedari dulu gerakan tarianreog bulkiyah yang diwariskan kepada penerusnya tidak adayang dirubah.
“Tarian reog bulkiyo asli sini. Diwariskan darisatu generasi ke generasi berikutnya. Saya itu generasi ke lima. Bahkan setelah vakum, banyak alat harus diganti karena rusak. Tersisa dari peninggalan sebelumnya, hanya ada tiga jenis alatmusik,” ujar Ketua Reog Bulkiyo Marjadi.
Mujiono pegiatkesenian reog bulkiyo juga mengatakan bahwa “kesenian initidak bisa diubah karena meandung pesan leluhur, seperti semangat nasionalisme dan pengingat akan perjuangan leluhur. Selain itu tarian reog bulkiyah juga menggambarkan peperangan antara kaum kafir dan kaum muslimin.
Banyak sekali keunikan-keunikan yang terdapat dalam kesenian reog bulkiyo, salah satunya adalah keseian reog bulkiyo tidak menggunakan topeng seperti pada reog ponorogo.
Kesenian Reog Bulkiyo menggunakan properti berupa bérang, sejenis pisau berukuran besar terbuat dari besidan jika kedua bérang bersentuhan mengeluarkan percikan-percikan api. Properti lainnya adalah bendera panji bergambar Hanoman dan Dasamuka, sebagai lambang putih dan merah, mewakili makna kebaikan dan kejahatan, yang dibawa dandigunakan sebagai properti menari oleh Plandhang atauwasit.
Tarian Reog Bulkiyo dibawaoleh 8 orang Pengarep, penari prajurit lainnya dan 1 orang berperansebagai Rontek (pemimpin) jalannya pertunjukan yang diiringidengan berbagai alat musik. Gerakan dalam reog Bulkiyo diawali dengan gerakan hormat penari kepada penonton Reog.
Sahutan dari alat musik kenong, bende, kempul, dan pecer salingberirama dengan konstan. Disusul dengan suara slompretyang menyeruak di udara dengan suara samar-samar dari alatmusik rebana.
Meskipun memiliki filosofi dan juga sejarah yang luar biasa darireog bulkiyah, kini keberadaan reog bulkiyah sedangmenghadapi ancaman yang cukup serius, yakni ialah kepunahan. Hal ini di dasari oleh beberapa faktor, salah satunya ialahkarena tidak adanya regenerasi dari generasi muda.
Kurangnya minat dari generasi muda dalam mempelajari dan juga nguri-nguri budaya jawa mengakibatkan kesenian reog bulkiyo inidiancam kepunahan. Akan tetapi sudah ada upaya dari berbagai pihak dalam melestarikan kesenian reog bulkiyo.
Dalam upaya pelestariannya didukung oleh pemerintah desa dan kabupaten dengan berbagai upaya pelestarian yang dibutuhkan. Selain itu, masyarakat Desa Kemloko berpendapat bahwa Reog Bulkiyo merupakan kesenian yang bagus dan harus terus dilestarikan. Karena secara tidak langsung membawa banyak dampak positifbagi daerah.
Sampai saat ini masyarakat masih sangat menikmati pementasan Reog Bulkiyo dalam berbagai acara karena nilai-nilai Jawa dan Islam dalam kesenian Reog Bulkiyosudah terlihat pada alat musik, pakaian, bendera, dan cerita bulkiyo yang diangkat dari kitab-kitab agama Islam.
Jika dilihat dari segi pariwisata, reog bulkiyo ini memiliki potensi wisata budaya yang besar jika terus dikembangkan. Karena reog bulkiyo juga telah tercatat sebagai warisan budayatak benda oleh kementrian pendidikan dan budaya(kemendikbud) pada tahun 2019.
Hal ini tentu menjadi tanggung jawab seluruh warga Blitar dalam pelestarian dan juga pengembangan kesenian reog bulkiyo. Reog bulkiyo merupakan warisan leluhur yang kental akan makna filosifis dan jugasejarah yang melambangkan perjuangan bangsa Indonesia dalammelawan penjajah.
Penulis : Kamal Syah Al Mufid dan M. Mahbub Savi Diwangga