Setiap tahun, umat Islam di seluruh dunia menyambut dua momen besar dalam kalender Hijriyah Idul Fitri dan Idul Adha. Keduanya bukan hanya perayaan, namun juga momen spiritual yang diisi dengan ibadah, salah satunya adalah Sholat Hari Raya yang memiliki keistimewaan tersendiri dalam syariat Islam.
Hukum Sholat Hari Raya
Sholat Idul Adha maupun Idul Fitri memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Mayoritas ulama menyatakan bahwa hukum sholat hari raya adalah sunah muakkadah—sunah yang sangat dianjurkan. Namun, sebagian ulama memandangnya sebagai fardhu kifayah, yakni kewajiban kolektif umat Islam. Dalam konteks sholat sunnah, sholat hari raya bahkan dianggap sebagai yang paling utama.
Waktu Pelaksanaan
Sholat hari raya dimulai saat matahari terbit (thulu’ syams) dan berakhir sebelum masuk waktu zhuhur (zawal). Meski waktunya serupa, pelaksanaannya sedikit berbeda. Untuk Idul Adha, dianjurkan dilakukan lebih awal agar waktu penyembelihan hewan kurban lebih leluasa. Sebaliknya, Idul Fitri disunahkan dilakukan sedikit lebih lambat agar umat sempat menunaikan zakat fitrah dengan tenang.
Rasulullah SAW bersabda dalam surat beliau kepada Amr bin Hazm, “Hendaknya engkau mengawalkan sholat Idul Adha dan mengakhirkan sholat Idul Fitri.”
Kesunahan dalam Sholat Hari Raya
Berikut adalah beberapa kesunahan yang menyertai pelaksanaan sholat hari raya:
Berjamaah: Dianjurkan dilakukan secara berjamaah di masjid atau lapangan yang luas. Menghidupkan malam hari raya: Ibadah seperti takbir, doa, dan membaca Al-Qur’an di malam Idul Adha termasuk sunah yang sangat dianjurkan.
Mandi sebelum sholat: Waktu mandi dimulai dari pertengahan malam hingga sebelum pelaksanaan sholat. Datang lebih pagi: Setelah subuh, umat dianjurkan segera menuju tempat sholat dan mengisi shaf awal.
Berangkat dalam keadaan lapar pada Idul Adha: Tidak makan atau minum sebelum sholat. Sedangkan saat Idul Fitri, disunahkan sarapan terlebih dahulu, lebih baik dengan kurma dalam jumlah ganjil.
Berjalan kaki: Sesuai sunah Nabi SAW, dianjurkan menuju tempat sholat dengan berjalan kaki. Mengambil jalan berbeda saat pulang: Nabi SAW terbiasa menempuh jalan berbeda saat berangkat dan pulang dari sholat hari raya sebagai bentuk syiar dan harapan perubahan nasib.
Berhias bagi laki-laki: Disunahkan memakai pakaian terbaik, berwarna putih, serta menggunakan parfum. Wanita yang hadir tidak berhias: Dianjurkan memakai pakaian sederhana dan tidak memakai parfum demi menjaga kesucian majelis dan menghindari fitnah.
Tata Cara Sholat Hari Raya
Pelaksanaan sholat hari raya terdiri dari dua rakaat dengan beberapa kekhususan:
Niat: Dibaca bersamaan dengan takbiratul ihram. Rakaat pertama: Setelah doa iftitah, dilanjutkan dengan tujuh kali takbir, kemudian membaca surat Al-Fatihah dan surat pendek seperti Al-A’la. Rakaat kedua: Setelah berdiri, membaca lima kali takbir, lalu membaca Al-Fatihah dan surat seperti Al-Ghasiyah.
Imam disunahkan mengeraskan bacaan dalam kedua rakaat. Setelah sholat, khutbah dua kali disampaikan, dimulai dengan takbir sembilan kali di khutbah pertama dan tujuh kali di khutbah kedua.
Hikmah Sholat Hari Raya
Sholat hari raya bukan sekadar ibadah rutin, namun memiliki nilai spiritual, sosial, dan simbolis yang dalam. Ia mengajarkan kedisiplinan, kebersamaan, serta semangat berbagi dalam kebahagiaan. Dari berjalan kaki ke masjid, hingga memilih jalan berbeda saat pulang, setiap amalan mengandung hikmah dan pesan moral yang tinggi.
Sebagaimana sabda Nabi SAW, “Barang siapa menghidupkan malam hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, maka hatinya tidak akan mati di hari di mana banyak hati mati.”
Dengan memahami hakikat serta adab pelaksanaannya, umat Islam diharapkan dapat menjalani sholat hari raya bukan sekadar rutinitas, namun juga sebagai momentum spiritual yang memperkuat hubungan dengan Allah SWT dan sesama manusia.